Minggu, 01 Juni 2014

Worship Matters (Ringkasan bab 12)

Bab 12: Dengan Musik (Bagian 1: Macam Apa?)
Musik dapat menipu. Saya pernah mendengar kisah tentang seorang wanita Kristen yang melayani Tuhan di Afrika Selatan. Ketika ia berada di sebuah klinik, hatinya saat tersentuh saat mendengar sebuah lagu dinyanyikan oleh beberapa wanita Zulu. Suara mereka harmonis sekali, sungguh merdu terpadu. Dengan mata berkaca-kaca, wanita Kristen itu bertanya kepada temannya, apakah ia tahu terjemahan lagu itu.
“Ya,” jawabnya. Artinya: “Kalau air yang kamu minum lebih dulu dimasak, kamu tidak akan terkena disentri!”
Itukah lagu yang akan membuat Anda ingin menyanyikan lagu itu sekali lagi dengan hati yang penuh penyembahan?
Tersentuh secara emosi oleh musik dan benar-benar menyembah Tuhan adalah dua hal yang berbeda.
Alkitab penuh dengan referensi tentang musik, dari awal penciptaan hingga kitab Wahyu (Ayub 38:7; Wahyu 15:3)

Bagaimana musik membantu kita?
Musik menggugah dan mengekspresikan emosi yang memuliakan Tuhan. Perasaan kasih kita yang mendalam dan yang paling murni
Musik membantu kita memusatkan perhatian pada kemuliaan dan aktivitas Allah Tritunggal. Allah adalah Allah yang menyanyi. Dalam Zefanya 3:17, 18 (BIS) dikatakan bahwa “TUHAN gembira dan bersukacita karena kamu,... Karena kamu Ia bernyanyi gembira.” Pada malam hari sebelum Yesus disalibkan, Ia “menyanyikan nyanyian pujian” (Matius 26:30). Efesus 5:18-19 menunjukkan bahwa Roh Kudus menginspirasi nyanyian dalam hati orang-orang percaya sementara Ia memenuhi mereka.
Musik membantu kita ingat kebenaran tentang Allah. Apa yang kita nyanyikan, itu akan melekat pada ingatan kita, dan tidak ada hal lain yang lebih penting untuk diingat selain Firman Tuhan. Musik yang memancing emosi akan berlalu, tetapi firman Tuhan yang hidup dan aktif akan terus bekerja di hati kita, memperbarui pikiran, dan memperkuat iman.
Musik juga membantu kita mengungkapkan kesatuan kita dalam Injil.

Musik macam apa?
Kehadiran kitab suci tidak diiringi musik tertentu. Jadi, kita tidak tahu pasti, bagaimana musik pada zaman dahulu itu. Mungkin mirip musik rakyat Timur Tengah.
Tiga prinsip penting tentang musik dalam gereja dan cara-cara spesifik menerapkannya.

1.          Musik harus mendukung lirik nyanyian.
Kami sangat memerhatikan komentar Gordon Fee: “Tunjukkan kepada saya lagu-lagu yang dinyanyikan di sebuah gereja. Dari lagu-lagu itu, saya dapat memberi tahu Anda teologi mereka.”

a.        Nyanyikan lagu-lagu yang mengatakan sesuatu
Kata-kata sebuah lagu harus sekuat melodi yang mengiringinya atau sekuat aransemen musik yang melatarbelakanginya.
Lagu-lagu dapat mengatakan sesuatu dengan cara yang berbeda-beda. Lirik yang bersifat obyektif membicarakan kebenaran tentang Allah, dan ini membantu kita mengenal Allah. Kebanyakan lagu yang berasal dari abad ke-18 cederung berfokus pada kebenaran yang obyektif.
Lirik yang bersifat subyektif mengekspresikan respons terhadap Allah, seperti kasih, kerinduan, keyakinan, dan sanjungan.
Lirik yang bersifat reflektif menggambarkan apa yang kita lakukan ketika kita sedang menyembah Tuhan. Kita membawa persembahan puji-pujian, kita menyanyi, kita mengangkat tangan.
Ketiga kategori lirik ini bukan sesuatu yang selalu terpisah-pisah. Ada banyak lagu yang memuat ketiga perspektif itu.

b.        Sesuaikan aransemen dan volume.
Para musisi yang terbiasa berimprovisasi tanpa notasi musik cenderung berpikir bahwa tampil itu artinya selalu memainkan alat musik tanpa henti. Keliru! Mengadakan variasi ketika bermain musik, berapa besar kita memainkan musik, dan apa yang kita mainkan akan sangat memengaruhi kemampuan jemaat mendengar kata-kata lagu yang sedang dinyanyikan.
Pada waktu latihan, adakanlah berbagai kombinasi permainan instrumen musik. Berilah petunjuk yang jelas; terkadang cobalah agar beberapa orang tidak memainkan instrumen musiknya selama beberapa saat.
Kita juga dapat memonitor dan mengadakan variasi volume. Suara para musisi hendaknya tidak menelan suara jemaat. Baik sekali memeriksa volume dengan jalan mendengarkan dari bangku jemaat, atau mintalah seseorang yang Anda percayai mengevaluasi volume suara Anda.

c.         Usahakan agar permainan instrumental berfungsi secara tepat.
Ibadah bukanlah sebuah konser atau pertunjukan musik. Kita berada di situ bukan cuma untuk tampil. Semakin lama tim musik memainkan musik, semakin besar pula kemungkinannya jemaat terlena dan terpesona oleh kecakapan para pemusik daripada oleh Yesus.
Relakanlah diri Anda meniadakan bagian instrumental yang hanya berfungsi sebagai pengisi atau hanya menunda jemaat menyanyi.

d.        Fokus pada proyeksi lagu.
Kalau gereja Anda tidak menggunakan himne atau buku nyanyian, maka orang yang menangani proyeksi lirik lagu memegang peranan penting. Kalau orang tersebut sering terlambat memproyeksikan teks lagu, atau salah memproyeksikan bait lagu, atau menampilkan layar kosong, atau menayangkan kata-kata yang salah ejaannya, hal itu tidak akan mendukung kepemimpinan Anda yang baik.
Sebagaian gereja hanya memproyeksikan bait lagu secara baris per baris. Ini mempersulit jemaat menangkap arti keseluruhan lirik lagu. Jemaat dapat lebih mudah memahami arti sebuah lagu kalau mereka dapat melihat baris-baris lagu dalam konteksnya.

e.        Gunakan musik yang mendukung.
Kita tidak selalu harus memainkan musik ataupun memanipulasi emosi jemaat. Penyampaian kata-kata secara lisan tidak selalu harus diiringi musik. Namun kalau dilakukan dengan cara yang tepat dan di waktu yang tepat, maka iringan musik instrumental dapat menjadi sarana yang efektif, dan dapat mendukung penyampaian kata-kata lisan.

2.        Musik harus bervariasi.
Tipe musik yang berbeda-beda akan menyukakan hati Tuhan. Berikut ini tertera beberapa gagasan tentang bagaimana menerapkannya.

a.        Mencerminkan berbagai atribut Allah.
Keberagaman musik mencerminkan beragam aspek dari hakikat Allah. Ia mahakuasa; Ia mahahadir. Ia membelah gunung dan mendandani bunga bakung. Kita menyembah Dia – Pencipta kita, Penebus kita, Raja kita, dan Bapa kita. Bagaimana mungkin seseorang bisa berpikir bahwa satu tipe musik saja cukup untuk mengekspresikan seluruh kemuliaan Allah.
Allah mahabesar dan pengalaman manusia begitu banyak sehingga tidak mungkin satu macam musik saja dapat selalu – dengan cara yang terbaik – mengekspresikan dinamika hubungan kita dengan Allah yang hidup.

b.        Mendengarkan kata-kata yang sudah biasa melalui cara yang baru.
Keberagaman musik memungkinkan kita mendengar kata-kata yang sama dengan efek yang berbeda.  “Amazing Grace” memberi dampak emosi yang berbeda bila diiringi oleh paduan suara black gospel, orkestra simfoni, akor synthesizer dengan pedal, ataupun permainan tunggal gitar akustik.
Lagu himne juga dapat diaransemen secara kreatif untuk kita mendengar kata-kata sebuah lagu dari perspektif yang berbeda.

c.         Mengenali hati Allah bagi semua orang.
Keberagaman musik menyuarakan hati Allah kepada setiap generasi, setiap budaya, dan setiap suku bangsa. Kita memainkan musik yang berbeda-beda, bukan karena kita mau membuat semua orang senang atau karena kita sedang mengusahakan kesatuan dalam ibadah. Injillah yang menyatukan kita, bukan musik.

3.        Musik harus membangun gereja.
Musik yang terbaik adalah musik yang memungkinkan jemaat secara tulus dan konsisten mengagungkan kebesaran Sang Juruselamat di hati, pikiran, dan kehendaknya. Itu standar yang tidak berubah dari budaya yang satu ke budaya yang lain, dari generasi ke generasi, dan dari gereja ke gereja.
Untuk memperjelas standar tentang kualitas yang terbaik di gereja Anda, mungkin Anda perlu mengkaji musik seperti apa yang sesuai dengan bahasa jiwa komunitas masyarakat Anda, dan musik seperti apa yang paling efektif dalam komunikasi dengan kebanyakan jemaat.  Jemaat harus dapat mendengar pesan yang disampaikan dalam sebuah lagu tanpa merasa terganggu oleh musik yang mengusung pesan itu.
Praktisnya, membangun jemaat berarti menggunakan lagu yang dapat dinyanyikan oleh semua orang dalam jemaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar