Minggu, 06 April 2014

Worship Matters (Ringkasan #2)

(lanjutan...)

Bab 3: Pikiranku. Apa yang kupercayai?
Terlepas dari apa yang kita pikirkan dan rasakan, tidak akan ada ibadah yang berkenan kepada-Nya kalau tidak ada pengenalan yang benar tentang Allah. Ia ingin kita ‘mengasihi kebenaran’ tentang Dia (2 Tes 2:10). Kita menyembah Dia yang mengatakan bahwa Dia adalah kebenaran dan juga menegaskan bahwa ‘kebenaran itu akan memerdekakan kamu’ (Yoh 14:6; 8:32). Allah menghendaki setiap orang ‘memperoleh pengetahuan akan kebenaran’ (1 Tim 2:4). Dan Ia menyatakan murka-Nya kepada mereka yang menindas kebenaran dengan kelaliman (Roma 1:18).
Sebetulnya saat kita berbalik dari apa yang benar tentang Allah, saat itu juga kita sudah terlibat dalam penyembahan berhala.
Dari manakah kita memperoleh pengetahuan yang benar tentang Tuhan? Dari kebenaran yang tersingkap di dalam Alkitab. Seorang pemimpin ibadah yang hanya sepintas lalu saja membaca Alkitab tidak akan dapat menjadi pemimpin ibadah yang setia. Tetapi, bagaimanakah kita dapat memahami segalanya yang dikatakan Alkitab tentang Allah? Diperlukan proses pembelajaran yang mendalam dan disiplin.
Teologi dan doktrin. Ibadah yang Alkitabiah tidak dapat dipisahkan dari kedua hal tersebut. Secara harafiah, teologi berarti belajar tentang Tuhan. Doktrin adalah ‘apa yang diajarkan’ Alkitab mengenai topik tertentu, seperti ibadah, atau kekudusan, atau gereja, atau karunia Roh. Paulus berkata kepada Titus bahwa seorang pemimpin jemaat “harus berpegang pada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat, supaya ia sanggup menasehati orang berdasarkan ajaran itu dan sanggup meyakinkan penentang-penentangnya” (Titus 1:9).
Belajar doktrin adalah belajar Alkitab. Keduanya tidak bertentangan. Itulah cara kita mencari tahu seperti apakah Tuhan itu, apa yang Ia ingin kita percayai, bagaimana Ia menghendaki kita menyembah Dia. Jadi, kita perlu membaca, kita perlu belajar, karena kita memang akan terus belajar tentang Tuhan seumur hidup.
• Anggapan keliru no. 1: Mempelajari hal-hal ini seharusnya tidak susah-susah. Kita hidup pada zaman yang serba instan.  Hanya dengan 15 menit Saat Teduh, kita berharap dapat mengalami perubahan hidup. Kita membuka Alkitab, tetapi sesudah membaca dua paragraf, kita merasa bosan kalau tidak ada hal yang menarik perhatian kita. Kita ingin segalanya sudah diringkas dan dipermudah supaya kita tidak perlu lama berpikir, juga tidak perlu mengambil waktu untuk secara mendalam memeriksa kehidupan kita pribadi.
Sikap seperti itu tidak dapat diterima kalau kita ingin mengumandangkan kemuliaan Tuhan melalui lagu-lagu setiap hari Minggu. Belajar mengenal Tuhan adalah proses yang memakan banyak waktu. Tidak ada jalan pintas. Tidak lain, jalannya hanya ketekunan seumur hidup.
• Anggapan keliru no. 2: Kita dapat mengenal Allah dengan lebih dalam lagi melalui musik daripada melalui kata-kata.
Musik tidak dapat menggantikan kebenaran tentang Allah. Musik tidak dapat menolong kita memahami arti keberadaan Tuhan, peristiwa Allah menjadi manusia, atau penebusan yang dilakukan Kristus demi menanggung hukuman dosa manusia. Permainan instrumental tidak dapat menjelaskan kepada kita bagaimana musik berfungsi dalam penyembahan kepada Allah. Untuk memahami semua itu kita perlu membaca Alkitab. Untuk mengerti apa yang dikatakan Alkitab, kita perlu teologi yang benar. Teologi yang benar membantu kita menempatkan musik pada tempatnya yang benar. Musik bukan tujuan ibadah.
• Anggapan keliru no. 3: Teologi dan doktrin memunculkan masalah.
Teologi dan doktrin sebetulnya membuat hidup lebih sederhana. Kedua hal itu mencegah kita menafsirkan ayat-ayat Alkitab di luar konteks, mencegah kita berpegang hanya pada ayat-ayat favorit saja, juga mencegah kita mengambil keputusan atas dasar perasaan saja. Teologi dan doktrin memperjelas konsep yang sering kali kita gunakan secara kurang tepat, seperti konsep tentang kemuliaan, Injil, keselamatan, dan kasih.
Semakin kita belajar tentang Tuhan, semakin kita perlu menyadari bahwa apa yang sudah kita ketahui tidak sebanding dengan apa yang belum kita ketahui (Roma 11:33-36).
Doktrin dan teologi yang diterapkan dengan benar justru akan menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah.
Penutup bab ini: Hati dan pikiran itu serangkai. Kerinduan yang kuat dan mendalam kepada Tuhan muncul sebagai hasil dari proses belajar tentang Tuhan (pribadi-Nya, karakter-Nya, dan pekerjaan-Nya). Pada gilirannya, kerinduan ini akan mendorong kita semakin tekun lagi belajar tentang Tuhan.
Kalau doktrin kita benar, tapi hati kita dingin terhadap Tuhan, ibadah kita bisa saja benar namun tidak hidup. Atau kalau kita mengekspresikan kasih yang menyala-nyala kepada Tuhan, tapi menyalurkan pemahaman yang kabur, tidak akurat, serta tidak utuh, ibadah kita seolah semarak, tetapi salah kaprah – kemungkinan besar juga membias kepada ilah lain. Kedua hal ini tidak membawa kemuliaan bagi Tuhan.
             Kita harus lebih akrab dengan Firman Tuhan daripada dengan instrumen musik kita. Berharap orang-orang akan pulang dari ibadah yang kita pimpin dengan perasaan yang lebih mengagumi Tuhan daripada musik kita.


(bersambung...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar