Kamis, 26 Juni 2014

Apa itu Musik

Menurut Anda apa itu musik?
Ada banyak pengertian musik. Mungkin kita masing-masing memiliki pemahaman sendiri. Di sini ada beberapa pengertian musik secara umum. Silakan ditambahkan kalau Anda punya referensi lain, biar menambah wawasan kita.

Musik bisa didefenisikan sebagai kombinasi melodi, harmoni, dan ritme. Buat orang yang tidak mengerti musik, melodi adalah sesuatu yang bisa kita siulkan, harmoni menggambarkan musik yang mendukung melodi dan ritme adalah ketukan. (Bob Kauflin)

Musik adalah satu alat untuk memuji dan memuliakan Tuhan.

Berkat musik, seseorang bisa menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari, menyalurkan hobi, bahkan mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. Musik juga merupakan ajang untuk pamer kebolehan pada lawan jenis.

Musik adalah senandung lembut yang hadir di lembar-lembar imajinasi, laksana jemari halus yang mengetuk pintu kalbu dan membangunkannya dari tidur yang lelap – membuat hamparan kenangan hadir kembali setelah hilang tertelan pekatnya malam, membuka kembali selubung masa silam setelah tertimbun berbagai peristiwa yang silih berganti pergi dan datang.

Musik adalah cinta yang memengaruhi perjalanan hidup manusia, dimainkan oleh semua bangsa di sepanjang sejarah dan menjadi saksi di setiap sudut fana kehidupan manusia – di hari kelahiran, di upacara perkawinan, di saat kematian; di sarang para penjahat ataupun di rumah-rumah ibadat, di pesta-pesta yang meriah hingga di medan perang yang bersimbah darah. (Musik Dahaga Jiwa, Kahlil Gibran)

Gibran juga menyatakan, “Musik adalah bayangan kesejatian jiwa”.

Musik adalah suara jiwa. Jika nada-nada dilantunkan dalam melodi kesedihan, maka nada itu menghadirkan kenangan silam di saat gundah dan putus asa. Tapi jika dilantunkan pada saat hati senang, musik menghadirkan kenangan silam di saat damai dan bahagia.

Musik adalah suara alam (EL Pohan). Alunan nada musik adalah dialog antar isi hati manusia. Musik bagaikan cinta yang memengaruhi perjalanan hidup manusia.

Musik adalah komposisi kesedihan, penderitaan, serta ratapan kematian. Musik juga mampu menjadi rintihan pujian yang mencabik-cabik kebekuan hati. Musik adalah khotbah matahari saat menghidupkan bunga-bunga di taman dengan sinarnya yang penuh kehangatan. (bangsa Barbar)

Musik adalah suatu hal spiritual yang dapat menghipnotis manusia (Jimmi Hendrix).

Musik adalah sahabat gembala di saat-saat sunyi, ketika duduk melepas penat di batu-batu cadas sementara dikelilingi kawanan domba. Dari sentuhan jemari dan tiupan gembala pada serulingnya mengalunlah irama merdu yang sangat akrab di telinga gembalaannya, sehingga hewan-hewan itu menikmati rerumputan segar dan tenang. Alunan musik juga memimpin keberangkatan para pengembara.
Musik meringankan rasa lelah dan penat serta membuat jauhnya jarak perjalanan yang ditempuh menjadi terasa dekat. Bahkan unta tidak beringsut dari tempat diamnya kecuali setelah mendengar senangung aba-aba pengiringnya. Unta-unta khalifah juga tidak akan sanggup membawa dan menahan beratnya barang-barang bawaan kecuali giring-giring telah di kalungkan di lehernya. Tanpa maksud mengada-ada, bahkan para pawang masa-masa sekarang ini pun menjinakkan dan melatih binatang buas dengan senandung dan suara-suara merdu (Musik Bahasa Jiwa, Kahlil Gibran, Fajar Pustaka Baru).

Musik adalah desah nafas yang mengumandangkan gejolak sesal raja Daud. Kedukaan sang raja telah menciptakan nyanyian sedih yang mempesona.

Musik bahkan disebut sebagai “bagian dari metabolisme remaja”.

Musik adalah karunia ilahi (Rumsey Wiley).

Minggu, 01 Juni 2014

Worship Matters (Ringkasan bab 12)

Bab 12: Dengan Musik (Bagian 1: Macam Apa?)
Musik dapat menipu. Saya pernah mendengar kisah tentang seorang wanita Kristen yang melayani Tuhan di Afrika Selatan. Ketika ia berada di sebuah klinik, hatinya saat tersentuh saat mendengar sebuah lagu dinyanyikan oleh beberapa wanita Zulu. Suara mereka harmonis sekali, sungguh merdu terpadu. Dengan mata berkaca-kaca, wanita Kristen itu bertanya kepada temannya, apakah ia tahu terjemahan lagu itu.
“Ya,” jawabnya. Artinya: “Kalau air yang kamu minum lebih dulu dimasak, kamu tidak akan terkena disentri!”
Itukah lagu yang akan membuat Anda ingin menyanyikan lagu itu sekali lagi dengan hati yang penuh penyembahan?
Tersentuh secara emosi oleh musik dan benar-benar menyembah Tuhan adalah dua hal yang berbeda.
Alkitab penuh dengan referensi tentang musik, dari awal penciptaan hingga kitab Wahyu (Ayub 38:7; Wahyu 15:3)

Bagaimana musik membantu kita?
Musik menggugah dan mengekspresikan emosi yang memuliakan Tuhan. Perasaan kasih kita yang mendalam dan yang paling murni
Musik membantu kita memusatkan perhatian pada kemuliaan dan aktivitas Allah Tritunggal. Allah adalah Allah yang menyanyi. Dalam Zefanya 3:17, 18 (BIS) dikatakan bahwa “TUHAN gembira dan bersukacita karena kamu,... Karena kamu Ia bernyanyi gembira.” Pada malam hari sebelum Yesus disalibkan, Ia “menyanyikan nyanyian pujian” (Matius 26:30). Efesus 5:18-19 menunjukkan bahwa Roh Kudus menginspirasi nyanyian dalam hati orang-orang percaya sementara Ia memenuhi mereka.
Musik membantu kita ingat kebenaran tentang Allah. Apa yang kita nyanyikan, itu akan melekat pada ingatan kita, dan tidak ada hal lain yang lebih penting untuk diingat selain Firman Tuhan. Musik yang memancing emosi akan berlalu, tetapi firman Tuhan yang hidup dan aktif akan terus bekerja di hati kita, memperbarui pikiran, dan memperkuat iman.
Musik juga membantu kita mengungkapkan kesatuan kita dalam Injil.

Musik macam apa?
Kehadiran kitab suci tidak diiringi musik tertentu. Jadi, kita tidak tahu pasti, bagaimana musik pada zaman dahulu itu. Mungkin mirip musik rakyat Timur Tengah.
Tiga prinsip penting tentang musik dalam gereja dan cara-cara spesifik menerapkannya.

1.          Musik harus mendukung lirik nyanyian.
Kami sangat memerhatikan komentar Gordon Fee: “Tunjukkan kepada saya lagu-lagu yang dinyanyikan di sebuah gereja. Dari lagu-lagu itu, saya dapat memberi tahu Anda teologi mereka.”

a.        Nyanyikan lagu-lagu yang mengatakan sesuatu
Kata-kata sebuah lagu harus sekuat melodi yang mengiringinya atau sekuat aransemen musik yang melatarbelakanginya.
Lagu-lagu dapat mengatakan sesuatu dengan cara yang berbeda-beda. Lirik yang bersifat obyektif membicarakan kebenaran tentang Allah, dan ini membantu kita mengenal Allah. Kebanyakan lagu yang berasal dari abad ke-18 cederung berfokus pada kebenaran yang obyektif.
Lirik yang bersifat subyektif mengekspresikan respons terhadap Allah, seperti kasih, kerinduan, keyakinan, dan sanjungan.
Lirik yang bersifat reflektif menggambarkan apa yang kita lakukan ketika kita sedang menyembah Tuhan. Kita membawa persembahan puji-pujian, kita menyanyi, kita mengangkat tangan.
Ketiga kategori lirik ini bukan sesuatu yang selalu terpisah-pisah. Ada banyak lagu yang memuat ketiga perspektif itu.

b.        Sesuaikan aransemen dan volume.
Para musisi yang terbiasa berimprovisasi tanpa notasi musik cenderung berpikir bahwa tampil itu artinya selalu memainkan alat musik tanpa henti. Keliru! Mengadakan variasi ketika bermain musik, berapa besar kita memainkan musik, dan apa yang kita mainkan akan sangat memengaruhi kemampuan jemaat mendengar kata-kata lagu yang sedang dinyanyikan.
Pada waktu latihan, adakanlah berbagai kombinasi permainan instrumen musik. Berilah petunjuk yang jelas; terkadang cobalah agar beberapa orang tidak memainkan instrumen musiknya selama beberapa saat.
Kita juga dapat memonitor dan mengadakan variasi volume. Suara para musisi hendaknya tidak menelan suara jemaat. Baik sekali memeriksa volume dengan jalan mendengarkan dari bangku jemaat, atau mintalah seseorang yang Anda percayai mengevaluasi volume suara Anda.

c.         Usahakan agar permainan instrumental berfungsi secara tepat.
Ibadah bukanlah sebuah konser atau pertunjukan musik. Kita berada di situ bukan cuma untuk tampil. Semakin lama tim musik memainkan musik, semakin besar pula kemungkinannya jemaat terlena dan terpesona oleh kecakapan para pemusik daripada oleh Yesus.
Relakanlah diri Anda meniadakan bagian instrumental yang hanya berfungsi sebagai pengisi atau hanya menunda jemaat menyanyi.

d.        Fokus pada proyeksi lagu.
Kalau gereja Anda tidak menggunakan himne atau buku nyanyian, maka orang yang menangani proyeksi lirik lagu memegang peranan penting. Kalau orang tersebut sering terlambat memproyeksikan teks lagu, atau salah memproyeksikan bait lagu, atau menampilkan layar kosong, atau menayangkan kata-kata yang salah ejaannya, hal itu tidak akan mendukung kepemimpinan Anda yang baik.
Sebagaian gereja hanya memproyeksikan bait lagu secara baris per baris. Ini mempersulit jemaat menangkap arti keseluruhan lirik lagu. Jemaat dapat lebih mudah memahami arti sebuah lagu kalau mereka dapat melihat baris-baris lagu dalam konteksnya.

e.        Gunakan musik yang mendukung.
Kita tidak selalu harus memainkan musik ataupun memanipulasi emosi jemaat. Penyampaian kata-kata secara lisan tidak selalu harus diiringi musik. Namun kalau dilakukan dengan cara yang tepat dan di waktu yang tepat, maka iringan musik instrumental dapat menjadi sarana yang efektif, dan dapat mendukung penyampaian kata-kata lisan.

2.        Musik harus bervariasi.
Tipe musik yang berbeda-beda akan menyukakan hati Tuhan. Berikut ini tertera beberapa gagasan tentang bagaimana menerapkannya.

a.        Mencerminkan berbagai atribut Allah.
Keberagaman musik mencerminkan beragam aspek dari hakikat Allah. Ia mahakuasa; Ia mahahadir. Ia membelah gunung dan mendandani bunga bakung. Kita menyembah Dia – Pencipta kita, Penebus kita, Raja kita, dan Bapa kita. Bagaimana mungkin seseorang bisa berpikir bahwa satu tipe musik saja cukup untuk mengekspresikan seluruh kemuliaan Allah.
Allah mahabesar dan pengalaman manusia begitu banyak sehingga tidak mungkin satu macam musik saja dapat selalu – dengan cara yang terbaik – mengekspresikan dinamika hubungan kita dengan Allah yang hidup.

b.        Mendengarkan kata-kata yang sudah biasa melalui cara yang baru.
Keberagaman musik memungkinkan kita mendengar kata-kata yang sama dengan efek yang berbeda.  “Amazing Grace” memberi dampak emosi yang berbeda bila diiringi oleh paduan suara black gospel, orkestra simfoni, akor synthesizer dengan pedal, ataupun permainan tunggal gitar akustik.
Lagu himne juga dapat diaransemen secara kreatif untuk kita mendengar kata-kata sebuah lagu dari perspektif yang berbeda.

c.         Mengenali hati Allah bagi semua orang.
Keberagaman musik menyuarakan hati Allah kepada setiap generasi, setiap budaya, dan setiap suku bangsa. Kita memainkan musik yang berbeda-beda, bukan karena kita mau membuat semua orang senang atau karena kita sedang mengusahakan kesatuan dalam ibadah. Injillah yang menyatukan kita, bukan musik.

3.        Musik harus membangun gereja.
Musik yang terbaik adalah musik yang memungkinkan jemaat secara tulus dan konsisten mengagungkan kebesaran Sang Juruselamat di hati, pikiran, dan kehendaknya. Itu standar yang tidak berubah dari budaya yang satu ke budaya yang lain, dari generasi ke generasi, dan dari gereja ke gereja.
Untuk memperjelas standar tentang kualitas yang terbaik di gereja Anda, mungkin Anda perlu mengkaji musik seperti apa yang sesuai dengan bahasa jiwa komunitas masyarakat Anda, dan musik seperti apa yang paling efektif dalam komunikasi dengan kebanyakan jemaat.  Jemaat harus dapat mendengar pesan yang disampaikan dalam sebuah lagu tanpa merasa terganggu oleh musik yang mengusung pesan itu.
Praktisnya, membangun jemaat berarti menggunakan lagu yang dapat dinyanyikan oleh semua orang dalam jemaat.

Worship Matters (Ringksan bab 11)

Bab 11: Terampil Memadukan Firman Tuhan
Sebagian orang Kristen memisahkan ibadah dan firman sehingga mereka pergi ke satu gereja untuk mengalami kehadiaran Roh Allah selagi musik dimainkan, lalu pergi ke gereja lainnya untuk mendapatkan pengajaran yang baik.
Namun ketahuilah bahwa nyanyian dan khotbah tidak saling berlawanan. Keduanya dimaksudkan untuk mengagungkan Kristus di dalam hati, pikiran, dan kehendak kita. Keseluruhan persekutuan adalah ibadah; seluruhnya perlu dipenuhi dengan firman Tuhan. Dan seluruh bagian persekutuan perlu disertai kehadiran Roh Kudus.
Gereja yang sungguh-sungguh bergantung pada Roh kudus dalam ibadah adalah gereja yang berkomitmen untuk mempelajari, mengabarkan, dan menerapkan firman Tuhan dalam ibadah pribadi maupun bersama. Firman dan Roh tidak untuk dipisah-pisahkan. Sesungguhnya, Roh Allah-lah yang menginspirasi firman Allah (2 Tim 3:16).
Roh Allah tidak hanya menginspirasi firman Allah, tetapi juga menerangi hati kita sehingga kita dapat memahami fiman-Nya.
Mengapa ibadah harus berfokus pada firman? Firman Allah memberi landasan bagi ekspresi pertobatan, ekspresi rasa syukur, pujian, dan perayaan yang kemudian menyusul.
Bagaimana supaya ibadah kita terfokus pada firman? Dengan jalan menghargai, menyanyikan, membacakan, menayangkan firman Allah, dan menjadikannya fondasi doa kita.
Menghargai firman Allah berarti menyukainya lebih daripada siaran olah raga, lebih daripada acara favorit di televisi, lebih dari internet.
Kalau kita menghargai dan menjunjung firman Allah, orang lain akan menyadarinya. Orang yang berkunjung ke gereja Anda tidak akan mendapat kesan bahwa Alkitab hanyalah bagian tambahan atau sekadar buku referensi. Mereka akan mendengarnya melalui suara Anda dan melihat di mata Anda bahwa firman Allah adalah sukacita Anda.
Menyanyikan firman Allah dapat mencakup lebih dari sekadar mengucapkan ayat tertentu dari sebuah lagu. Kalau kita ingin agar “perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara [kita]” (Kolose 3:16), kita memerlukan lagu-lagu yang menjelaskan, menguraikan, dan membahas apa yang Allah katakan. Kita memerlukan lagu-lagu yang liriknya memuat teologi yang penting, berbobot, lagipula alkitabiah. Penggunaan lagu-lagu pujian yang dangkal dan subyektif cenderung menghasilkan orang-orang Kristen yang dangkal dan subyektif pula.
Sering kali kita tergoda untuk memilih lagu karena musiknya daripada isi teologinya. Sadarilah bahwa ketika syair dipadukan dengan musik, kita dapat terkecoh. Musik dapat membuat syair yang dangkal terdengar mendalam. Irama yang menggairahkan dapat menjadikan sesuatu yang picisan terdengar indah dan membuat kita ingin menyanyikannya lagi.

Ini bukan berarti musik tidak relevan. Jika syair yang luar biasa diiringi dengan musik yang buruk, tidak akan ada orang yang akan mengingatnya atau yang mau menyanyikannya. Meski begitu, yang Tuhan perintahkan ialah agar firman-Nyalah yang diam di antara kita, bukan musik.

Jumat, 18 April 2014

Worship Matters (Ringkasan Bab 9 dan 10)

Ringkasan buku Worship Matters karangan Bob Kauflin. Selamat membaca.

Bab 9: ... Di dalam Yesus Kristus...
Yohanes 4:21-23, “Kata Yesus kepadanya: ‘Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan juga bukan di Yerusalem. Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi. Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian.’ ’’
Yesus bermaksud mengatakan bahwa tempat perjumpaan kita dengan Allah tidak lagi dibatasi struktur bangunan, lokasi geografis, atau waktu tertentu.
Berikut komentar D. A. Carson: Menyembah Allah di dalam ‘roh’ dan ‘kebenaran’ merupakan suatu cara untuk mengatakan bahwa kita harus menyembah Allah melalui Yesus Kristus. Di dalam Dia dimulai segala sesuatu yang baru (lihat Ibrani 8:13). Ibadah kristiani adalah ibadah perjanjian baru – ibadah yang terinspirasi Injil, ibadah yang berpusat pada Kristus; ibadah yang berfokus pada salib.
1 Timotius 2:5, “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.” Yesus sang pengantara kita.
Di luar karya yang sudah dilakukan oleh Kristus, kita tidak memiliki akses kepada Allah. Menurut Alkitab, tidak ada pemimpin ibadah, pendeta, band, atau lagu apa pun yang dapat mendekatkan kita kepada Allah. Sorak sorai, tarian, atau nubuat tidak dapat membawa kita ke hadirat Allah. Ibadah itu sendiri tidak dapat membawa kita kepada Allah. Hanya Yesus sendirilah yang dapat membawa kita ke hadirat Allah; Ia sudah melakukan-Nya melalui pengorbanan-Nya – sekali untuk selamanya – pengorbanan yang tidak akan diulang, tetapi perlu kita beritakan dan percayai setiap saat.
Karya Kristus di kayu salib juga memberi kita jaminan bahwa ibadah kita berkenan di hati Allah. Satu-satunya faktor utama yang membuat ibadah berkenan adalah iman dan persekutuan dengan Yesus Kristus. Persembahan rohani kita menjadi berkenan kepada Allah melalui Yesus Kristus (1 Petrus 2:5). Persembahan Yesus yang tak bercacat cela itulah yang memurnikan dan menyempurnakan persembahan ibadah kita.
Karya Kristus di kayu salib membuat kita tidak dapat berbangga atas persembahan kita. Karena tanpa Yesus Kristus dan tanpa karya-Nya di kayu salib, semua persembahan itu tidak berkenan di hadapan Allah. Saya tidak bermaksud melecehkan keahlian, latihan persiapan, kompleksitas, suasana, musikalitas, atau kesungguhan hati. Namun karya Kristus sajalah yang membuat persembahan ibadah kita berkenan di hadapan Allah. Oh, betapa melegakan!
Bagaimana kita dapat menyembah Allah dengan benar tanpa mengabaikan satu aspek pun dari hakikat-Nya? Jawabannya: kita dapat menyembah Dia sebagaimana Ia sudah menyatakan diri-Nya dalam Kristus Yesus. Allah telah memberi kita “pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2 Kor 4:6). Di manakah kita menemukan kemuliaan Allah? “Di wajah Kristus Yesus.” “Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah” (Ibrani 1:3).
Karya Kristus di kayu salib adalah fokus ibadah di surga.  “Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: ‘Engkau layak menerima gulungan kitab itu dan membuka  materai-materainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa. Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi’ ” (Wahyu 5:9-10).
Frederick Leahy memperingatkan kita: Ada bahaya yang perlu kita hindari, yaitu memandang ketaatan Kristus yang berlandaskan kasih itu semata-mata dilakukan-Nya demi manusia, padahal hal tersebut dilakukan-Nya pertama-tama demi kasih-Nya kepada Allah. Demi kasih-Nya kepada Allah, Ia menerima hukuman salib (Ibarani 10:7)... Betapa sering kebenaran ini terabaikan; kebenaran ini tidak melemahkan keajaiban bahwa Kristus mengasihi setiap umat-Nya dengan segenap kasih-Nya.
Salib membebaskan kita dari kasih terhadap diri sendiri yang cenderung menyesatkan. Dengan demikian, kita dapat sepenuhnya mengasihi Dia yang sudah mengasihi kita.
Setiap kali kita memimpin jemaat, kita harus memberi gambaran yang jelas tentang “kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus” (2 Kor 4:6). Kita berkumpul bersama untuk mengabarkan kembali, mengingat, dan menanggapi Injil dan segala yang telah digenapinya.
Maka dari itu, salah satu pikiran utama kita selagi mempersiapkan ibadah hari Minggu seharusnya demikian: Apakah waktu yang kita khususkan bersama untuk beribadah memperkuat pandangan jemaat, memperdalam iman, dan meningkatkan kerinduan akan kemuliaan Allah dalam Kristus, dan pada Dia yang disalibkan?

Bab 10: ...Melalui Kuasa Roh Kudus...
Seperti halnya kita tidak dapat menyembah Allah Bapa di luar Yesus Kristus, ibadah akan menjadi suatu kemustahilan bila terlepas dari Roh Kudus. Alkitab menggambarkan Roh Kudus sebagian dari Tritunggal yang menyingkapkan realitas, kehadiran, keberadaan, dan kuasa Kristus bagi kita – bagi kemuliaan Allah.
Roh Kuduslah yang berinisiatif membuka mata kita sehingga kita menyadari dosa-dosa kita; Roh Kudus mengarahkan hati kita supaya kita percaya kepada Sang Juruselamat dan menerima pengampunan penuh. Roh Kudus menghidupkan roh kita yang tadinya mati (Galatia 5:25). Roh Kudus mengukuhkan kita bahwa kita anak-anak Allah. Roh Kudus menunjukkan apa yang sudah diberikan Allah kepada kita dengan cuma-cuma (1 Kor 2:12). Roh Kudus menghibur kita saat kita sedang dalam pencobaan. Roh Kudus menerangi kita di tengah kebingungan yang kelam dan menguatkan kita dalam pelayanan kepada sesama.
Berusaha memimpin ibadah tanpa aliran listrik adalah pengalaman yang tidak membesarkan hati. Berusaha memimpin tanpa aliran kuasa Roh Kudus sebenarnya lebih parah lagi.
Kita memerlukan kuasa Roh Kudus saat kita menyembah Tuhan. Namun apakah artinya itu? Bagaimana kita menerapkan hal itu?
Ada tiga sikap yang harus ada di bidang itu – bergantung penuh, berharap penuh, dan sikap tanggap yang disertai kerendahan hati.
Kita benar-benar perlu bergantung kepada Roh Kudus.
Allah sudah mengirim Roh-Nya untuk menolong kita. Kita mengakui kebergantungan kita dengan jalan meminta Dia memberdayakan kita dengan kuasa-Nya. Itulah sebabnya kita diajar berdoa di dalam Roh dan oleh Roh; kita diajar berdoa agar Roh Kudus bekerja (Efesus 6:18; Yudas 20; Roma 8:26).
Mengakui kebergantungan penuh kepada Roh Kudus seharusnya membuahkan rasa syukur, kerendahan hati, dan kedamaian. Kebergantungan ini seharusnya membebaskan kita dari kecemasan kita tentang apakah ibadah akan berlangsung lancar, apakah sound system akan berfungsi dengan baik, bagaimana respon jemaat kepada kita. Tentu saja, semua itu perlu kita perhatikan, namun keyakinan kita tidak bergantung pada hal-hal itu. Lagipula, kuasa Tuhan menjadi nyata bukan lewat kebolehan kita, melainkan lewat kelemahan kita (2 Kor 12:9).
Ya, Allah masih dapat melakukan apa yang dilakukan-Nya pada zaman dahulu. Ia masih bekerja; Ia masih bertindak; Ia tidak berubah. Tetapi apakah kita sungguh percaya? Secara teori, sebagian kita percaya akan kehadiran Roh Kudus yang memberi kuasa, namun sepertinya kita tidak percaya bahwa Allah aktif bekerja ketika kita sedang beribadah. Fokus kita lebih tertuju pada pelaksanaan rencana yang sudah kita buat. Di ujung ekstrim lainnya, jemaat berharap kehadiran Roh Kudus dinyatakan secara aktif, namun mereka berasumsi bahwa hal itu akan selalu termanifestasi secara spektakuler atau dengan cara yang tidak biasa.
Ketahuilah bahwa Roh Kudus sungguh hadir dan aktif bekerja setiap kali jemaat berkumpul untuk beribadah.
Jika kita menyadari bahwa kita bergantung  penuh kepada Roh Allah dan benar-benar mengharapkan Dia bekerja dalam kuasa-Nya, kita juga berendah hati dan bersikap tanggap terhadap apa yang sedang dilakukan-Nya.
Ini artinya kita memenuhi tanggung jawab dengan sukacita, pengharapan, dan kesetiaan. Tidak ada lagi yang namanya hari Minggu biasa-biasa saja. Tidak ada ibadah yang hanya rutinitas saja.
Sikap tanggap yang disertai kerendahan hati juga melibatkan kepekaan terhadap pimpinan Roh Kudus ketika kita sedang memimpin. Apa yang Roh Kudus sedang ‘katakan’ kepada kita? Mungkin kita tergerak untuk menekankan kalimat tertentu dari sebuah lagu atau mengulang bait yang berkaitan dengan tema yang relevan. Mungkin Ia mengarahkan perhatian kita pada ayat tertentu yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Penting untuk diingat bahwa hal-hal tadi tidak dapat menjadi pengganti firman Allah yang tertulis. Alkitab menjadi standar untuk menguji setiap dorongan hati yang diperoleh ketika kita sedang memimpin ibadah.
Ketika Allah berbicara kepada kita secara subyektif melalui Roh-Nya, kita perlu merespon dengan kerendahan hati.

Worship Matters (Ringkasan Bab 8)

Ringkasan Bab 8 dari buku Worship Matters karangan Bob Kauflin. Selamat membaca.

Bab 8: Mengagungkan Kebesaran Allah
“Besarlah TUHAN...”, demikianlah Daud mengingatkan kita, “dan sangat terpuji, dan kebesaran-Nya tidak terduga.” (Maz 145:5).
Daud menunjukkan titik awal yang tepat bagi kita untuk menyembah Tuhan dalam ibadah. Ibadah mencakup merenungkan, meninggikan, dan merespon kemuliaan dan keagungan Allah.
Banyak jemaat yang kita pimpin di hari Minggu rindu bergabung dengan kita; mereka sudah mengagungkan kebesaran Allah yang tidak terkira itu sepanjang minggu. Namun perhatian sebagian jemaat ada yang tersita oleh hal-hal lainnya – dari yang sepele hingga yang serius, atau seribu satu macam hal lainnya yang mewarnai kehidupan. Seberapa besarkah Tuhan di mata kita ketika pikiran ini penuh dengan segala macam kekhawatiran dan masalah hidup? Sangat kecil rupanya.
Namun Allah tidak sekecil itu. Ia mahabesar! Mengagungkan dan menghayati kebesaran-Nya adalah inti ibadah yang alkitabiah.
Seorang pemimpin ibadah menggemakan imbauan Daud dalam Mazmur 34:4, “Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya!” Prioritas kita yang pertama saat berkumpul adalah memuliakan Tuhan.
Pimpinlah secara jelas dan spesifik. Setiap kali kita memimpin jemaat menyanyikan pujian bagi Tuhan, kita berdiri di hadapan orang-orang yang – sama seperti kita – cenderung lupa siapa Tuhan. Manusia cenderung lupa mengapa Tuhan amat sangat layak disembah. Kita dipanggil untuk mengingatkan mereka dengan jelas dan spesifik, apa yang sudah dinyatakan Tuhan tentang diri-Nya.
John Owen menulis dengan bijak, “Jangan sampai kita menjadi puas dengan pemahaman yang samar-samar tentang kasih Kristus, atau yang sedikit pun tidak menebarkan kemuliaan-Nya ke dalam benak kita.” Konsep-konsep yang tidak jelas tentang Tuhan tidak mendewasakan kita maupun jemaat yang kita pimpin. Jika lagu-lagu kita isinya tidak berbeda dari lagu-lagu kepercayaan lainnya, ini saatnya kita mengubah daftar lagu itu.
Tentu, lagu-lagu bukan teologi sistematika. Lagu adalah puisi, mencakup lambang dan metafora kreatif – pohon-pohon bertepuk tangan, lautan menggemuruh. Namun jangan sampai lagu-lagu kabur maknanya atau pun memuat arti ganda. Seharusnya lagu-lagu dapat dengan akurat berbicara tentang Tuhan dan memuji satu-satunya Tuhan yang sudah menyatakan diri-Nya dalam Pribadi Sang Juruselamat, Yesus Kristus.
Kalau lagu-lagu kita tidak berbicara secara spesifik tentang sifat, karakter, dan perbuatan Tuhan, kita cenderung mengartikan ibadah sebagai salah satu tipe musik, keadaan emosi yang melambung tinggi, bangunan dengan arsitektur tertentu, nama hari, sebuah perkumpulan, suasana khidmat, waktu untuk bernyanyi atau bunyi-bunyian semata. Lebih parah lagi, kita membuat persfektif kita sendiri tentang Tuhan, membayangkan Dia sesuka hati kita sendiri.
Jadi, bagaimana supaya jiwa-jiwa yang kita pimpin mengagungkan kebesaran dan kemuliaan Allah di hati dan pikirannya masing-masing? Untuk itu Allah sudah memberi kita kitab Mazmur. Kitab Mazmur menggelar tiga kategori di mana kita dapat mengagungkan kebesaran Allah: firman-Nya, sifat-Nya, dan pekerjaan-Nya.
Firman Allah adalah penyataan diri-Nya kepada kita. Jadi, sang Pemazmur mendeklarasikan, “Kepada Allah, firman-Nya kupuji, kepada TUHAN, firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya” (Maz 56:11-12). Dikatakan juga bahwa firman TUHAN itu sempurna, teguh, tepat, murni (Maz 19:8-10).
Dari perspektif kelahiran dan kenaikan Tuhan Yesus, kita dapat melihat kebesaran Allah dalam wujud tritunggal-Nya. Kita menyembah Bapa, Anak, dan Roh Kudus yang dalam kekekalan memiliki hakikat, kesetaraan, dan kemuliaan yang sama. Satu Allah dalam tiga pribadi. Sesungguhnya, ibadah merupakan undangan dari Allah Tritunggal agar kita mengambil bagian dalam persekutuan dan sukacita yang telah disediakannya dari kekekalan, sebelum dunia diciptakan. Kita dipilih untuk bergabung dengan-Nya, menyatakan keagungan, kesempurnaan, dan keindahan-Nya yang tiada batas.
Jadi, bagaimana mungkin seseorang berpikir bahwa menyembah Tuhan adalah hal yang membosankan. Kekudusan, kemuliaan, dan kedaulatan-Nya tidak terbatas. Kebenaran, hikmat, dan kekayaan-Nya tak habis-habisnya.
Salah satu masalah yang kita hadapi:  sering kali kita lebih tertarik dengan apa yang kita lakukan daripada dengan apa yang sudah Tuhan kerjakan. Karena kita cenderung lupa, ibadah jemaat seharusnya menolong kita disegarkan oleh apa yang sudah Tuhan lakukan bagi kita.
Mazmur merupakan contoh bagi kita dalam memuji Tuhan. Puji-pujian ini mengarah pada penyingkapan yang lebih lengkap lagi tentang kemuliaan Allah dalam Yesus Kristus. Ia sudah menyatakan semuanya itu agar kita dapat menyembah Dia. Itulah sebabnya buku-buku yang paling berguna bagi saya untuk mempersiapkan diri memimpin ibadah bukan buku-buku renungan sehari-hari yang acap membawa Tuhan ke level saya, melainkan buku-buku teologi yang memperkaya pengenalan saya akan Tuhan.
Alkitab berulang-ulang memperlihatkan fakta bahwa kebenaran tentang Allah memerlukan respons. Bahkan kita diperintahkan untuk merespons. (Filipi 4:34; Maz 31:24a; Maz 100:2a). Kita memuliakan Tuhan ketika kita bersuka di dalam Dia (Maz 34:9). Bila kita di tengah-tengah penderitaan dan kesesakan itu mengingat lagi sifat-sifat Allah, saat itulah kita menyembah Dia (Maz 77: 8-10).

Jadi, mengagungkan kebesaran Allah melibatkan pengakuan iman kepercayaan kita dan kasih yang mendalam kepada Tuhan.

Sabtu, 12 April 2014

Worship Matters (Ringkasan Bab 7)

Bab 7: Pemimpin Ibadah yang Setia
Beberapa tahun terakhir, penyembahan menjadi istilah yang populer. Sepuluh dari kelima puluh album top Kristen di Amerika Serikat adalah album penyembahan. Suksesnya pemasaran album rohani berlabel worship sudah mengubah puji-pujian yang dinyanyikan di dalam gereja, pula mempengaruhi pengertian kita tentang penyembahan.
Tentu saja, di mata Tuhan penyembahan selalu merupakan waktu yang istimewa. Namun maraknya komersialisasi musik penyembahan dan laju kepopulerannya mempunyai sisi negatifnya pula. Misalnya, kita terpancing untuk berpikir bahwa kita akan lebih efektif kalau terlihat, terdengar, dan bertingkah seperti worship leader tersohor.
Namun industri rekaman musik penyembahan bukanlah standar yang Allah berikan untuk menentukan keefektifan. Firman-Nya – itulah standar kita.
Standar apa pun yang digunakan orang lain untuk menilai pelayanan kita, Allah menghendaki kita setia. Kesetiaan berarti tekun melakukan pekerjaan pelayanan, memegang perkataan, memenuhi tanggung jawab. Ini juga berarti loyal, konstan, dapat diandalkan.
Menjadi setia berarti memenuhi keinginan yang bukan berasal dari diri kita sendiri. Bukan kita yang menentukan pelayanan, melainkan Tuhan.
Paulus berkata kepada jemaat di Korintus: “Demikianlah hendaknya orang memandang kami: yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai” (1 Kor 4:1-2).
Godaan. Berbagai godaan dapat membuat kita tidak setia dan tidak dapat dipercaya, salah satunya adalah popularitas. Harold Best berkata, “Pelayanan dan popularitas sudah menjadi sangat erat kaitannya sehingga popularitas adalah hal yang hampir selalu terbersit di benak seseorang ketika ia sedang memikirkan pelayanan di bidang musik.” Bukan itu yang dikehendaki Allah.
Kita juga tergoda untuk menilai keberhasilan pelayanan dengan angka, misalnya berapa orang yang hadir di hari Minggu. Jumlah orang yang lebih banyak tidak selalu berarti bahwa kita menyenangkan Tuhan.
Kita juga terbias karena mengimpor “mentalitas konser”. Kita menyusun acara, menyanyikan lagu ibadah terkini, dan mempesona orang-orang dengan efek-efek (tata cara berkonser, suara, cahaya lampu, gambar, dan musik) yang menarik.  Tujuan kita sebagai pemimpin ibadah berbeda dari tujuan konser mana pun, lagipula jauh lebih signifikan. Kita melayani supaya jemaat terpesona oleh kemuliaan Sang Juruselamat yang melampaui keadaan sekeliling dan melebihi teknologi tercanggih.
Setia memimpin. Roma 12:8 mengatakan bahwa para pemimpin harus memimpin dengan sungguh-sungguh (atau “dengan rajin”). Memimpin jemaat menyembah Tuhan memerlukan energi, kesungguhan, dan kepekaan. Walaupun kita tidak tahu pasti jemaat akan memberi respons dalam ibadah, kita akan menuai apa yang kita tabur. Berfokus pada musik, akan menuai keinginan agar suara menjadi lebih baik, progresi menjadi lebih sejuk, aransemen menjadi lebih kreatif. Berfokus pada emosi, akan menuai ibadah yang hanya menginginkan gelora emosi. Menabur bagi kemuliaan Allah, menuai buah-buah dari jemaat yang terkagum-kagum akan kebesaran dan kebaikan Tuhan.
     Kepemimpinan yang setia tidak selalu mendatangkan pujian, tepuk tangan, atau penghargaan. Buah dari kepemimpinan yang setia ialah mengetahui bahwa kita menyenangkan Dia. Kita bersukacita bukan karena sudah memimpin ibadah dengan sempurna atau memperoleh penghargaan. Tujuan kita bukanlah sukses, popularitas, atau pun kepuasan pribadi. Tujuan kita ialah mengantisipasi – oleh anugrah Allah dan bagi kemuliaan Yesus Kristus – bahwa kita suatu saat akan mendengar, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia” (Matius 25:21, 23). Itu upah terbesar.

Worship Matters (Ringkasan Bab 6)

Catatan berikut merupakan lanjutan ringkasan sebelumnya. Selamat membaca. Semoga bermanfaat bagi kita.

Bagian 2 :   PEKERJAAN PELAYANAN
                         Seorang Pemimpin Ibadah

Bab 6: Jadi, apa yang dilakukan seorang pemimpin ibadah?
Kalau Anda lahir sesudah 1980, mungkin Anda sudah langsung akrab dengan istilah worship leader (pemimpin ibadah). Istilah ini sebetulnya tidak dikenal sebelum tahun 1970.
Seorang pemimpin ibadah sebetulnya hanyalah bagian dari jajaran kepemimpinan musik dalam gereja. Para biduan, pemimpin paduan suara, pengiring ibadah, penyanyi tunggal, dirigen musik, pemimpin nyanyian, organis – semuanya memainkan peranannya. Gereja Tuhan sudah menggunakan segala cara mulai dari nyanyian a cappella, gitar, hingga orkestra lengkap dengan dua ratus orang dalam paduan suara. Namun semuanya tidak selalu mengagumkan.
Pemimpin ibadah sudah menjadi terlalu signifikan.  Menurut Gordon MacDonald, bagi kebanyakan orang muda, pemimpin ibadah menjadi faktor yang lebih penting daripada pengkhotbah.
Musik dalam gereja memang sungguh penting. Tetapi apakah musik lebih penting daripada pengajaran Alkitab yang solid, yang menolong saya bertumbuh dalam pengenalan dan ketaatan pada firman-Nya? Jawabannya: Tidak!  Jadi, sepenting apakah seorang pemimpin ibadah? Apa yang seharusnya dilakukannya? Jawabannya tidak mudah.
Pertama-tama, sulit menemukan peranan yang jelas dari seorang pemimpin ibadah dalam Alkitab, khususnya dalam Perjanjian Baru. Betul, kita dapat menimba beberapa prinsip penting dari kaum Lewi dalam Perjanjian Lama (1 Taw 16:1-7; 37-42; 25:1-8). Namun kita tidak dapat mentransfer semua yang dulu mereka lakukan pada apa yang kita lakukan pada masa kini. Mereka menjadi bayang-bayang Imam Besar Agung yang sempurna, Yesus Kristus.
Kedua, pemimpin ibadah yang paling penting adalah Yesus Kristus. Ia menyingkapkan Allah kepada kita. Melalui pengorbanan-Nya yang sempurna, Ia menjadi satu-satunya jalan menuju Allah Bapa (1 Tim 2:5; Ibrani 10:19-22).
Kita tidak dapat melakukan apa yang hanya dapat dilakukan oleh Yesus. Tetapi di tengah budaya yang sarat musik, seringkali ada harapan yang keliru bahwa seorang pemimpin ibadah dapat mengantar kita ke hadirat Tuhan, memimpin kita ke depan takhta Allah, atau membuat Allah hadir.
Ketiga, istilah ‘pemimpin ibadah’ sendiri dapat disalah-pahami. Istilah itu cenderung mengkomunikasikan bahwa satu-satunya saat kita menyembah Tuhan ialah ketika kita dipimpin seorang pemusik, atau bahwa Allah memerintahkan kita untuk mempunyai pemimpin ibadah.
Tidak ada satu pun pernyataan di atas ini yang benar. Ibadah dapat mengikutsertakan musik, tetapi dapat juga dilakukan tanpa musik. Dan aspek-aspek peranan pemimpin ibadah dapat disimpulkan dari Alkitab, tidak ada persyaratan supaya kita mempunyai seorang pemimpin ibadah.
Sebagaimana yang saya pahami, seorang pemimpin ibadah menggunakan berbagai karunia yang dijabarkan dalam 1 Korintus 12, Roma 12, Efesus 4, dan dalam ayat-ayat lainnya. Karunia-karunia itu meliputi penggembalaan, kepemimpinan, administrasi, dan mengajar.
Sebuah kerangka defenisi untuk istilah pemimpin ibadah, dengan pertolongan Jeff Purswell, guna memperjelas pemahaman tentang pelayanan yang Tuhan percayakan kepada saya di gereja. Hasilnya seperti ini:
Seorang pemimpin ibadah yang setia meninggikan kebesaran Allah dalam Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus dengan memadukan firman Allah dengan musik secara terampil, oleh karenanya memotivasi jemaat untuk mewartakan Injil, menikmati kehadiran Tuhan, dan hidup bagi kemuliaan-Nya.